16 Agustus 2009

EpiSoDE keDUa...


Namaku Fiani Jannatun Nissa.

Sebuah ungkapan doa dan kebahagiaan dari dua keluarga besar. Aku lahir di Kota Kembang, Bandung tanggal 3 Oktober 1986. Lahir dari rahim seorang ibu bernama Ai Lilis Sulastri dan dari benih seorang bapak bernama Ipin Saripin. Pada usia yang 20 tahun, Mama, begitu panggilanku pada ibu yang melahirkanku menikah dengan Bapa’. Bapa’ saat menikah berusia 25 tahun. Usia yang menurutku masih muda. Mama adalah mojang priangan, lahir di Bandung, 25 Oktober 1965 menamatkan Sekolah Pendidikan Guru pada tahun 1984, 2 tahun sebelum aku lahir. Dan Bapa’ pendidikan terakhirnya sampai STM di Surabaya.

Bapa’ sebagai sopir bis kota DAMRI dan Mama seorang PNS tidak bisa memberikan asuransi pendidikan untuk anak-anaknya, yang terpenting ada keoptimisan dalam hati kedua orang tuaku bahwa mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya. Dan orang tuaku berkeyakinan, harta termahal dan tidak akan pernah habis adalah ilmu, maka beliau selalu berpesan padaku untuk selalu menuntut ilmu. Kedua orang tuaku pernah berpesan,

mun engke Bapa’ atau Mama tos teu aya, Bapa’ sareng Mama mah teu tiasa masihan warisan harta, ngan tiasa ngasakolakeun.
Satu pesan yang menurutku sangat bijaksana.

Karena tekad bulat kedua orang tuaku itulah, pada tahun 1991 saat usiaku 5 tahun, aku mulai mencicipi dunia luar. Dunia sekolah. Kedua orang tuaku mendaftarkan aku ke Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina, didaerah Sadang Serang. Saat itu kami masih tinggal bersama orang tua dari Mama, atau nenekku, Ma’ Ibu, biasa aku memanggilnya. Beliau salah seorang yang paling aku idolakan.

Tahun 1992, aku masuk Sekolah Dasar. Saat itu aku telah memiliki 2 adik. Defia Sholihatun Nissa, yang terpaut 4 tahun dariku dan Ridlo Dienil Haqq, yang terpaut 6 tahun dariku. Kami mulai tinggal terpisah dengan Ma’ Ibu. Kami tinggal di daerah Kompleks Perumahan yang mulai berkembang. Saat itu belum banyak keluarga yang tinggal di kompleks perumahan itu. Aku didaftarkan di sekolah yang tidak jauh dari rumah. Sekolah Dasar Negeri Sukarela III. Aku ingat, yang ada dipikiranku saat SD, hanya jajan dan bermain. Tidak lebih tidak kurang! Aku tak pernah menghapal, apalagi membaca buku. Maka tak heran, saat pembagian rapot kelas 1 cawu II aku menduduki rangking ke-40 dari 50 siswa, tapi aku masih bersyukur karena masih ada 10 orang dibawahku...hahah sedih bukan?? Dan yang paling menyedihkan, meskipun aku seorang teteh dari dua orang adik, aku termasuk anak yang cengeng.

Pada kelas 2 cawu III (doeloe masih jamannya carurwulan/cawu) kami sekeluarga pindah ke Tasikmalaya. Tempat kelahiran Bapa’. Kelas 2 akhir sampai kelas 3 cawu II, aku menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri Gobras II. Aku mulai berfikir, aku mulai aktif, aku mulai belajar, aku mulai berprestasi. Prestasi yang membanggakan untukku adalah pada saat kelas 2 cawu III, aku menduduki peringkat ke-9! Suatu kebanggaan. Karena di Bandung, rasanya sulit sekali memasuki posisi 10 besar. Kelas 3 aku masuki dengan penuh semangat.

Setelah prestasi masuk 10 besar dikelas 2, prestasi selanjutnya yang aku raih adalah aku bisa menembus 5 besar saat kelas 3 cawu I, dan terakhir prestasi yang aku raih di Sekolah Dasar Negeri Gobras II Tasikmalaya, adalah mendapat peringkat 3 dikelas! Tapi, sayang…. saat pembagian rapot itu, aku telah berada di Bandung, dak tak sempat mencium tangan Guruku. Tidak ada perpisahan, tidak ada tangisan, tidak ada apapun yang berkesan. Karena, hanya teman sebangkuku yang kuberi tahu (Hmm, siapa ya namanya.. lupa :p ).

Setelah satu tahun menghabiskan waktu kecilku di Tasik, kami akhirnya kembali ke Bandung. Kotaku tersayang. Aku kembali sekolah ke SDku dulu, namun suatu hal yang mengagetkan datang! Sekolahku yang dulu telah berubah. Tidak ada teman yang aku kenal, dan tidak ada teman yang mengenaliku. Semuanya berubah. Rasanya ingin kembali ke Tasik.

Dari informasi yang didapat, ternyata karena SDku dulu muridnya banyak, maka SD dipecah menjadi dua. SD Negeri Sukarela III dan SD Negeri Sukarela IV. Aku masuk SD Negeri Sukarela IV, karena Bapa’ saat itu belum mendapat informasi yang jelas dan semua teman-teman yang aku kenal bersekolah di SD Negeri Sukarela III.

Teman-teman yang baru, dan aku harus menyesuaikan diri lagi?? Hal itu mungkin yang menyebabkan aku sering mogok sekolah jika tidak diantar Mama atau pergi tidak bersama teman. Namun, setelah satu caturwulan berlalu, aku mulai bisa pergi sendiri dan berteman dengan teman-teman baruku. Yang paling membanggakan, saat pembagian rapot, aku menduduki peringkat ke-2. Dan selalu menduduki peringkat ke-2 sampai aku kelas 4. Saat itu yang menjadi sainganku adalah Arya, teman cowok yang membuatku jatuh hati. Dia cinta pertamaku sekaligus saingan terberatku.

Guru favoritku adalah Bu Nurhayati, guruku kelas 5 SD. Beliau banyak memberikan masukan dan dengannya aku dapat mencurahkan apa yang ingin aku katakan, beliau tidak pernah mengeluh. Sering aku dan teman-teman sekelas menghabiskan waktu seharian dikebun samping rumahnya. Hal yang jarang ditemui di kompleks perumahan, sebuah kebun dengan banyak pohon buah-buahan. Sampai sekarang, jika ada reuni SD, kami menyelenggarakannya dikebun itu. Kebun itu menyimpan berjuta tawa, berjuta kenangan masa kecilku yang sangat indah. Alhamdulillah, sampai sekarang aku masih berhubungan dengan Bu Nur, salah seorang yang mempengaruhi mimpi dan hidupku.

Kelas VI SD prestasiku menurun, entah karena telah mengenal cinta monyet, atau karena teman-teman yang lain mulai giat belajar karena akan ujian. Entahlah, tapi saat itu mulai aku merasa, bahwa aku memang tidak pandai.


Jejak-jejak kecil

Berwarna tidak hanya hijau atau merah

Kadang melahirkan warna baru

Yang begitu indah.

Tawa, yang merangkainya

Juga kebanggaan yang

Mengukirnya.

Kecilku, saat ingat yang lalu

Tak selalu bersua dalam hati

Mengapa hanya sampai

Saat itu?

Sekarang tidak!!

Tidak ada komentar: