03 Agustus 2009

Eforbia, harapku Jangan Kau Layu


Sisa-sisa hujan masih tampak sangat segar. Aku memandang dedaunan disebrang pohon bunga kertas itu masih tampak basah. Akh! Inilah kesegaran... Sudah kurang lebih aku memandanginya, bunga merah eforbia yang selalu mekar itu: pemberian Mas Undang.
Sedih sebenarnya, namun ternyata ini penantian.

Lima bulan lalu, saat mentari sedang tinggi-tingginya aku bertemu dengan Mas Undang. Entahlah saat itu, tidak ada apapun yang terlintas. Hanya sosoknya yang gagah dengan seragam kebesarannya yang selalu terkenang. Oh! Itu mungkin kesannya, kesan pertama yang selalu ku ingat. Saat itu aku sangat pusing, rupanya tensi darah sedang rendah-rendahnya, tidak pula aku sarapan: bimbingan dengan dosen tepat waktu lebih penting dari pada sarapan. Hmm, aku ingat aku memberhentikan motorku, aku membuka helmku, aku sangat pusing, entahlah mungkin mau pingsan. Tiba-tiba sosok gagah menghampiriku. Yang aku ingat hanya ucapan salamnya... aku terbangun, dimana ini?? aku berada didipan yang keras, aku pusing.. sosok tadi menghampiriku, "kamu pingsan" katanya sopan.

Aku pertama kali bertemu saat itu.

Mas Undang mengantarkanku pulang: dia sangat manis.

Beberapa waktu berselang, sering aku dan Mas Undang bertemu. Hanya sekedar menyantap makan siang, atau mencicipi mie ayam, dia sangat menyukainya. Aku selalu rindu ketika dia memimpin kami berdoa sebelum makan. Dia mengingatkanku untuk sarapan. Dan saat dia mengatakan sesuatu...

"... bersediakah menjadi pendamping mas, Ni?"

Aku ragu, tapi aku tak berani menolak. Ku jawab tersenyum, "...insyaAllah, Mas"

Dari sana, kita mulai dekat. Kami melibatkan keluarga untuk urusan ini. Aku bahagia, mendengar penilaian Ibu dan Bapak tentang Mas Undang. Aku pun dipertemukan dengan keluarganya. Entahlah, tapi aku rasa Ibu Mas Undang senang padaku, aku senang pula berada di tengah keluarganya.

Lima bulan itu, bagiku sangat berkesan.
Dia memberiku eforbia, indah sekali.... Aku selalu menatapnya pada pagi hari, sebelum aku melewati jalan dimana kami pertama kali bertemu. Dan aku selalu tak sadar meneteskan air mata... Aku rindu padanya, pada Mas Undang...



dia telah tiada..



(cuma cerita duanks..)

Tidak ada komentar: